Skip to main content

Posts

Featured

Ketika Gereja Diam: Dari Timor Timur ke Papua Barat, Sebuah Dosa yang Berulang

Ketika Gereja Diam: Dari Timor Timur ke Papua Barat, Sebuah Dosa yang Berulang Pada suatu sore yang hening di Dili, tahun 1991, suara senapan otomatis mengakhiri doa-doa yang terucap di Pemakaman Santa Cruz. Puluhan remaja Katolik tewas dalam sekejap. Mereka ditembak oleh aparat negara yang konon datang untuk menjaga ketertiban. Dunia berguncang. Gereja Katolik Timor Timur — melalui suara tegas Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo — mengutuk kekerasan itu. Ia menulis surat ke Paus dan ke Sekjen PBB. Ia berteriak, walau tahu hidupnya sedang dihitung mundur. Ia akhirnya dianugerahi Nobel Perdamaian. Namun dari Jakarta, tak ada suara sekeras itu. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tetap diam. Bungkam. Bisu. Bahkan dalam saat di mana umat Katolik sendiri menjadi sasaran pembantaian, suara para gembala pusat tak terdengar di padang gurun penindasan itu. Sejarawan menyebutnya: “dosa diam Gereja”. Babak yang Terulang di Ujung Timur Tiga dekade telah berlalu sejak Santa Cruz. Tapi luka itu belu...

Latest Posts

“Tunjukkan Buktinya!” – Ketika Penjahat Menantang Hakim: Psikologi Penyangkalan dan Luka Papua yang Tak Diakui

Indonesia dan Mitos-Mitos yang Harus Dibongkar

Gengsi dan Penjajahan Pikiran: Mengapa yang Tak Bergelar Sering Dianggap Tak Punya Suara?

I-EU CEPA dan Papua: Pentingnya Pengawasan untuk Melindungi Masyarakat Adat dan Sumber Daya Alam

La Croix, le Sabre et le Silence : Complicité chrétienne et colonialisme en Papouasie occidentale

Au-delà des murs : pour une sainteté sans frontières

Angganeta Menufandu: Perempuan dari Biak yang Menantang Penjajahan Tanpa Kekerasan

Time to End the Military Approach in Papua: A Growing National Conscience Toward a Wounded Land

Mengenang Rufinus Tigau: Pelayan Setia Tanah Papua

Melawan Lupa: Refleksi atas Sikap Gereja Katolik Indonesia dalam Konteks Pendudukan Timor Leste