Benarkah Papua Bagian Indonesia Sejak Majapahit?

Benarkah Papua Bagian Indonesia Sejak Majapahit?

Mengurai klaim historis yang menyatakan Papua sudah menjadi bagian dari Indonesia sejak Majapahit, padahal realitas politik dan peradaban lokal berbeda jauh.


Narasi yang sering muncul dalam wacana nasionalisme Indonesia adalah bahwa Papua “selalu menjadi bagian dari Nusantara” bahkan sejak zaman Majapahit. 

Klaim ini kerap digunakan untuk menegaskan legitimasi integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun jika kita menengok sumber-sumber sejarah secara kritis, mitos ini rapuh dan penuh manipulasi.


Konteks Historis: Batas Pengaruh Majapahit dalam Narasi Nusantara

Pertama, kita harus memahami konteks sejarah Majapahit. Kerajaan Majapahit (1293–1500-an M) memang memiliki pengaruh politik dan budaya yang luas di wilayah Asia Tenggara, khususnya di pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi. Sumber utama yang sering dijadikan rujukan adalah Nagarakretagama karangan Mpu Prapanca (1365), yang memuat daftar wilayah yang “dipengaruhi” atau “menjadi bawahan” Majapahit.

Namun, perlu dicatat bahwa daftar wilayah ini lebih bersifat politis dan simbolis, bukan bukti administrasi atau kontrol nyata; hingga kini, tidak ditemukan peninggalan fisik Majapahit seperti candi atau kraton di Pulau Papua, sehingga klaim ini tidak menunjukkan keberadaan pemerintahan langsung di wilayah tersebut.


Anakronisme Wilayah Timur dalam Historiografi Majapahit

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa penyebutan wilayah timur yang kemudian ditafsirkan sebagai “Papua” dalam sumber-sumber Majapahit merupakan interpretasi anakronistik yang tidak memiliki dasar faktual.

Denys Lombard, H.J. de Graaf, dan Theodoor Pigeaud menegaskan bahwa daftar wilayah dalam Nagarakretagama bersifat simbolik dan sastra, bukan bukti kekuasaan teritorial nyata, sementara Adrian Vickers dan Benedict Anderson mengkritik proyeksi konsep negara-bangsa modern ke dalam konteks politik Jawa abad ke-14.

Majapahit, pada dasarnya, tidak pernah mengirim birokrasi, tentara, atau mengatur hukum di wilayah Papua sebagaimana dilakukan di Jawa atau Bali.


Nusantara sebagai Imajinasi Politik, Bukan Realitas Administratif

Selain itu, konsep negara modern dan konsep kerajaan Hindu-Buddha abad ke-14 sangat berbeda. 

Majapahit beroperasi dengan jaringan vassal dan pengakuan simbolik, bukan integrasi administratif yang nyata. Wilayah-wilayah yang “mengakui” Majapahit umumnya tetap menjalankan hukum adat, kehidupan ekonomi, dan struktur sosial mereka sendiri. 

Maka, klaim bahwa Papua “sudah menjadi bagian dari Nusantara sejak Majapahit” mengabaikan fakta bahwa orang Papua menjalankan sistem politik dan budaya sendiri, tanpa subordinasi nyata ke Majapahit.


Kontinuitas Narasi Kolonial dalam Klaim Teritorial Indonesia

Klaim serupa juga sering muncul pada narasi kolonial Belanda dan era kemerdekaan Indonesia. 

Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa Papua adalah bagian dari “Wilayah Indonesia” karena dikaitkan dengan kerajaan-kerajaan nusantara di masa lampau. Namun dokumen sejarah dan arsip kolonial menunjukkan sebaliknya: Belanda baru menjadikan Papua sebagai wilayah administratif secara resmi pada awal abad ke-20, dan sebelumnya pulau ini tidak termasuk dalam jaringan kerajaan Nusantara atau perdagangan Majapahit secara substansial. 

Interaksi terbatas terjadi melalui kontak perdagangan antarpulau timur, tetapi bukan hubungan politik langsung yang mengikat.


Sejarah sebagai Alat Legitimasi Ideologis Negara

Dari perspektif sejarah politik kontemporer, klaim Majapahit sering digunakan sebagai legitimasi ideologis untuk menyatukan Papua ke dalam Indonesia. 

Strategi ini memanfaatkan simbol-simbol sejarah untuk menciptakan narasi kontinuitas yang seolah alami. Padahal, realitasnya adalah bahwa Papua memiliki sejarah kemerdekaan, pemerintahan adat, dan identitas budaya yang berbeda. 

Pengakuan terhadap identitas ini sayangnya sering diabaikan dalam narasi resmi yang menekankan kesatuan historis.


Peradaban Melanesia Papua: 50.000 Tahun Mandiri Sebelum Kontak Nusantara

Lebih jauh, kajian antropologi dan etnografi menegaskan bahwa masyarakat Papua telah memiliki sistem politik, ekonomi, dan sosial yang mandiri jauh sebelum kontak dengan kerajaan-kerajaan Nusantara, menunjukkan keberlanjutan peradaban Melanesia yang berumur sekitar 50.000 tahun.

Struktur sosial di dataran tinggi, misalnya, tidak pernah tunduk pada kerajaan-kerajaan pesisir Jawa atau Maluku. Bahkan pada abad ke-19, ketika Belanda mulai membangun pos administratif di Papua, kontak dengan pulau-pulau lain di Nusantara masih minimal, menunjukkan bahwa Papua bukan bagian integral dari kerajaan-kerajaan sebelumnya.


Penutup 

Kesimpulannya, narasi bahwa Papua selalu menjadi bagian dari Indonesia sejak zaman Majapahit adalah mitos sejarah yang dilegitimasi secara politik. 

Majapahit tidak memiliki kendali administratif atas Papua, interaksi bersifat simbolik atau melalui perdagangan, dan masyarakat Papua tetap mandiri dalam hukum adat dan struktur sosialnya. 

Klaim historis ini lebih merupakan alat ideologis untuk membenarkan integrasi modern Papua ke dalam negara kesatuan, daripada fakta sejarah yang dapat diverifikasi secara kritis. Mengakui fakta ini bukan berarti menolak Indonesia atau menginginkan separatisme, tetapi menghormati kebenaran sejarah dan identitas Papua. 

Dengan memahami hal ini secara jujur, kita bisa membuka ruang dialog yang lebih adil, mengakui kedaulatan adat, dan memetakan hubungan Papua-Indonesia bukan sebagai pewarisan Majapahit, tetapi sebagai proses modern yang kompleks, penuh pilihan politik dan moral.

Comments