Berikanlah orang Papua kebebasan
“Apa yang kamu lakukan untuk saudara-Ku yang paling hina, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Yesus, Matius 25:40
Tapi siapakah
“yang paling hina” itu?
Bagiku, mereka adalah manusia-manusia yang kemanusiaannya dirampas, yang hak-haknya dicabut demi kenyamanan mereka yang duduk di kursi kekuasaan.
Ada yang bertanya,
mengapa aku terus menulis tentang orang Papua?
Jawabku sederhana:
Siapa yang benar-benar pernah mendengar mereka?
Bagi banyak orang, Papua adalah tempat yang jauh dan asing—sebuah pinggiran yang kabur di peta ingatan nasional.
Namun, tanpa sadar, mereka duduk santai di bangku taman dari kayu pirang yang hangat, yang berasal dari pohon-pohon raksasa yang tumbuh sunyi di jantung Papua.
Dan ketika kayu itu ditebang tanpa belas kasihan, hutan yang berdoa dalam diam pun ikut lenyap. Tapi lebih dahulu dari hutan, manusialah yang binasa.
Orang Papua-lah yang lebih dahulu mati, dalam sunyi, dalam dingin, dalam ketidakpedulian kita yang sibuk menonton dunia berputar.
Mendiang Patrick Pesnot pernah berkata,orang Papua adalah korban tiga kali:
— korban kerakusan korporasi Anglo-Saxon yang menggali emas dan tembaga,
— korban laras senapan yang menjaga tambang-tambang itu,
— korban sebuah sistem yang menghancurkan akar budaya dan iman mereka...
Pendeknya: jiwa mereka yang dihancurkan.
Siapa yang lebih menderita dari mereka?
Siapa, jika bukan orang Papua, yang sepanjang hidupnya dijajah diam-diam oleh sejarah yang tak mau mendengar?
Maka aku berdoa:
Ya Tuhan,
Engkau menciptakan orang Papua menurut rupa-Mu,
dan menebus mereka dalam luka Putra-Mu.
Pandanglah penderitaan umat-Mu ini—
dan berikanlah mereka
kebebasan yang pantas bagi martabat mereka.
Comments
Post a Comment