Aku adalah Papua: Testimoni Perjuangan

Aku adalah Papua: Testimoni Perjuangan

Pengakuan bahwa Aku adalah Papua melampaui batas identitas; ia adalah tekad untuk berdiri sebagai manusia yang menolak dilucuti martabatnya.


Papua bukan tanah biasa; Papua adalah kesadaran yang lahir dari luka dan harapan, dari keteguhan untuk menolak tunduk pada sejarah yang dibelokkan. Kesadaran ini menegaskan satu hal: manusia Papua berhak dilihat, didengar, dan dihormati sebagai subjek, bukan objek.

Suara Filep Karma (1959–2022) menggema di sini—menuntun kita pada makna modernitas dan universalitas perjuangan Papua. Ia menegur dunia: luka harus diakui, martabat diperjuangkan tanpa kompromi.


Ketika Martabat Manusia Dikerdilkan

Filep Karma adalah martir demokrasi Papua, pejuang tanpa kekerasan yang menyerahkan hidupnya, termasuk bertahun-tahun di balik jeruji, demi kebebasan bangsanya sebagai manusia yang utuh. Dalam catatan reflektifnya, ia menulis: “Kitorang ini bukan manusia penuh…”

Kalimat sederhana itu adalah jeritan sejarah. Ia menyingkap sistem kuasa yang melihat manusia Papua bukan sebagai subjek, tetapi sebagai objek yang bisa dikendalikan, diawasi, bahkan dikorbankan. Modernitas yang gagal adalah modernitas yang membangun jalan dan gedung, tetapi melupakan manusia.

Bagi Karma, modernitas sejati adalah keberanian menegakkan kebenaran: menyebut penindasan sebagai penindasan, kebohongan sebagai kebohongan, dan kolonialisme sebagai kolonialisme, meskipun dikemas dengan nama lain. Papua menjadi pusat etika modern: tempat ujian nilai-nilai universal martabat manusia.


Identitas sebagai Pilihan

Ketika Karma bertanya, “Siapakah orang Papua?”, ia tidak membatasi jawaban pada etnis tertentu. Orang Papua adalah mereka yang berjuang untuk kemerdekaan Tanah Papua—siapapun yang berdiri di sisi kebenaran, berdiri bersama Papua.

Identitas bukan warisan pasif, melainkan pilihan moral. Menyatakan “Aku adalah Papua” berarti mengikrarkan keberpihakan pada kemanusiaan. Ia berarti mengingat gunung yang menjadi saksi doa nenek moyang, sungai yang menyimpan cerita anak-anak yang tersenyum meski hidup penuh tekanan, dan kampung-kampung yang bertahan meski diguncang kekerasan.

Aku adalah Papua karena menolak dunia yang memperlakukan manusia seolah setengah binatang.


Perjuangan Papua sebagai Hak Asasi Manusia Universal

Menjadi Papua berarti percaya bahwa perjuangan ini adalah hak dasar manusia. Kebebasan bukan hadiah negara; identitas bukan apa yang ditetapkan peta politik, tetapi yang ditumbuhkan hati nurani.

Di tangan Karma, Papua menjadi simbol global: keberanian menuntut kemerdekaan tanpa kehilangan kemanusiaan. Modernitas membuka luka; universalitas memastikan suara itu terdengar dunia.

Perjuangan Papua adalah panggilan seluruh umat manusia: melawan rasisme, menolak dehumanisasi, dan memastikan tak seorang pun diperlakukan “bukan sebagai manusia penuh”. Selama masih ada yang berani berkata “Aku adalah Papua”, visi Filep Karma tetap hidup. Obornya terus menyala, menembus ruang nurani dunia.

Comments