Kesadaran Rakyat sebagai Kunci Kemerdekaan Papua
Kesadaran Rakyat sebagai Kunci Kemerdekaan Papua
Harapan pada dukungan asing hanyalah ilusi. Papua merdeka jika rakyatnya sadar, bersatu, dan bangkit sebagai kekuatan utama. Tanpa perjuangan kolektif, kemerdekaan akan tetap menjadi wacana, bukan kenyataan.
Ilusi Penyelamat dari Luar
Selama bertahun-tahun, perjuangan Papua sering dibayangi oleh harapan akan datangnya penyelamat dari luar: negara besar, kekuatan geopolitik, atau aktor internasional yang dianggap mampu “membebaskan” Papua.
Isu tentang Israel sebagai sponsor Papua merdeka di Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu contoh paling jelas dari ilusi tersebut. Ia memberi harapan sesaat, tetapi pada saat yang sama melemahkan kesadaran paling mendasar: tidak ada satu pun bangsa yang benar-benar merdeka karena hadiah dari bangsa lain.
Sejarah dunia menunjukkan bahwa kemerdekaan suatu negara tidak pernah jatuh dari langit, dan tidak pernah diberikan karena belas kasihan. Ia selalu lahir dari kesadaran kolektif rakyatnya sendiri—kesadaran akan ketidakadilan, akan martabat yang dirampas, dan akan hak untuk menentukan masa depan sendiri.
Papua Tidak Akan Merdeka Tanpa Kesadaran Rakyatnya
Papua tidak akan merdeka hanya karena isu internasional viral, resolusi hipotetis, atau simpati simbolik dari aktor global. Selama mayoritas rakyat Papua belum memiliki kesadaran politik yang matang, selama ketakutan, fragmentasi, dan ketergantungan masih mendominasi, maka kemerdekaan akan tetap menjadi slogan kosong.
Penindasan yang paling efektif bukanlah yang dilakukan dengan senjata, melainkan yang menumpulkan kesadaran. Ketika rakyat mulai percaya bahwa nasib mereka ditentukan oleh aktor eksternal, maka pada saat itu perjuangan sudah kehilangan pusat gravitasinya. Kesadaran adalah fondasi pertama dari setiap pembebasan. Tanpa kesadaran, tidak ada keberanian. Tanpa keberanian, tidak ada perlawanan yang bermakna.
Bangkit Bukan Berarti Angkat Senjata
Kebangkitan rakyat Papua tidak identik dengan kekerasan. Bangkit berarti berani berpikir jernih, berani membaca sejarah sendiri, berani mempertanyakan narasi resmi, dan berani menolak normalisasi ketidakadilan. Bangkit berarti membangun pendidikan politik rakyat, memperkuat solidaritas lintas suku dan wilayah, serta menghentikan konflik internal yang justru menguntungkan kekuasaan kolonial.
Bangkit juga berarti melepaskan diri dari mentalitas korban yang pasrah. Penindasan nyata, kekerasan terjadi, tetapi membiarkan rasa takut menguasai kesadaran kolektif hanya akan memperpanjang penjajahan dalam bentuk baru.
Realitas Politik Internasional Tidak Pernah Netral
Dunia internasional, termasuk Indonesia dan negara-negara lain, bergerak berdasarkan kepentingan, bukan moral. Mereka akan mendukung Papua hanya sejauh Papua mampu memaksakan diri sebagai persoalan yang tidak bisa diabaikan—secara politik, hukum, dan etis. Itu tidak akan terjadi jika rakyat Papua sendiri masih terpecah, masih saling mencurigai, dan masih menggantungkan harapan pada rumor geopolitik.
Dukungan internasional adalah hasil, bukan sebab. Ia datang setelah perjuangan rakyat mencapai tingkat kesadaran dan konsistensi tertentu. Dunia tidak pernah membela mereka yang ragu pada dirinya sendiri.
Kesadaran sebagai Bentuk Perlawanan Paling Berbahaya
Bagi sistem penindasan, rakyat yang sadar jauh lebih berbahaya daripada rakyat yang marah tetapi tidak terorganisir. Kesadaran melahirkan disiplin, strategi, dan ketahanan jangka panjang. Kesadaran membuat rakyat sulit dibeli, sulit dipecah, dan sulit dibungkam.
Jika Papua ingin benar-benar merdeka—bukan sekadar menjadi objek wacana internasional—maka kesadaran rakyat harus menjadi medan perjuangan utama. Kesadaran bahwa martabat tidak bisa dinegosiasikan. Kesadaran bahwa tanah, budaya, dan masa depan bukan komoditas. Kesadaran bahwa tidak ada negara, tidak ada PBB, dan tidak ada kekuatan global yang akan berjuang lebih keras untuk Papua daripada orang Papua sendiri.
Merdeka atau Terus Bergantung
Kemerdekaan Papua tidak ditentukan oleh siapa yang bersuara di luar negeri, melainkan oleh kesiapan rakyatnya untuk bangkit dari dalam—secara mental, politik, dan moral. Selama harapan digantungkan pada ilusi sponsor asing, ketergantungan hanya akan terus dipelihara. Tidak ada kekuatan luar yang akan membebaskan Papua.
Jalan menuju kemerdekaan hanya terbuka ketika rakyat membangun kesadaran politik, bersatu, dan menempatkan diri sebagai subjek sejarahnya sendiri. Tanpa kesadaran kolektif, Papua akan tetap menjadi objek kepentingan negara, elite, dan kekuatan global—diperdebatkan dalam wacana, tetapi tak pernah sungguh dibebaskan dalam kenyataan.
Menerjemahkan Pengetahuan Akademis ke Wacana Rakyat
Markus Haluk, sekretaris eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) memang telah menyusun seri sejarah dan pendidikan politik Papua, namun karya-karya tersebut masih tertutup di ruang akademis dan intelektual.
Untuk benar-benar membangkitkan pemahaman rakyat Papua, wacana perjuangan harus sederhana, jelas, dan dekat dengan pengalaman sehari-hari. ULMWP perlu mengambil karya-karya akademis yang ada sebagai dasar, lalu menyusunnya menjadi buku panduan atau materi pendidikan politik populer yang bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, rakyat Papua memiliki pedoman nyata untuk membangun kesadaran kolektif, memperkuat solidaritas, dan merumuskan strategi perjuangan yang efektif menuju Kemerdekaan.
Wim Anemeke


Comments
Post a Comment