Legalitas Organisasi Pergerakan Papua: Antara Persepsi dan Realitas

Legalitas Organisasi Pergerakan Papua: Antara Persepsi dan Realitas

Organisasi pergerakan Papua sering dituduh ilegal karena tidak tercatat resmi atau transparan secara finansial, padahal ketiadaan dokumen bukan bukti pelanggaran hukum.


Organisasi pergerakan Papua, baik yang menonjol secara politik maupun yang bergerak dalam ranah hak-hak masyarakat adat, kerap menghadapi tuduhan “ilegal”.

Tuduhan ini umumnya muncul dari fakta bahwa banyak organisasi tersebut tidak memiliki audit publik, tidak mencatat daftar donatur secara resmi, dan tidak mendokumentasikan transparansi finansial secara terbuka. 

Pada pandangan pertama, ketidakjelasan finansial ini sering dijadikan dasar untuk menilai bahwa organisasi-organisasi ini melanggar hukum atau berada di luar legitimasi negara. Namun, ketika ditelaah secara lebih kritis, ketiadaan dokumen keuangan publik bukanlah bukti hukum yang sah tentang status ilegal suatu organisasi.


Legalitas Organisasi di Indonesia

Menurut hukum positif Indonesia, sebuah organisasi dianggap resmi jika terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai yayasan, perkumpulan, atau organisasi kemasyarakatan. 

Namun, status tidak terdaftar tidak otomatis menjadikan organisasi tersebut ilegal, selama aktivitasnya tidak melanggar hukum, seperti melakukan kekerasan, separatisme bersenjata, atau kegiatan kriminal lainnya. 

Artinya, ketiadaan audit publik atau daftar donatur resmi lebih berkaitan dengan aspek administratif dan struktur organisasi daripada pelanggaran hukum. 


Dinamika Organisasi Non-Formal di Komunitas Minoritas

Dalam praktiknya, banyak organisasi akar rumput di seluruh dunia, khususnya di wilayah minoritas atau konflik, memang beroperasi secara informal. Dukungan finansial yang mereka terima sering berasal dari swadaya anggota, solidaritas komunitas, atau diaspora, dan bukan dalam bentuk sumbangan formal yang tercatat secara hukum.

Tuduhan ilegalitas semacam ini juga memiliki dimensi politik yang kuat. Dalam konteks Papua, pemerintah atau pihak keamanan sering menggunakan ketiadaan transparansi keuangan sebagai narasi untuk mendiskreditkan gerakan ini, mengasosiasikannya dengan pendanaan asing atau aktivitas separatis tanpa bukti yang konkret. 

Strategi ini umum ditemukan dalam konflik postkolonial, di mana legitimasi formal negara dijadikan alat untuk membungkam suara minoritas. Dengan demikian, persepsi ilegalitas sering kali lebih mencerminkan strategi politik daripada penilaian hukum yang obyektif.


Organisasi Pergerakan Papua: Swadaya dan Solidaritas

Organisasi pergerakan Papua sendiri sebagian besar bersifat komunitas dan berbasis swadaya. Anggota menyumbangkan waktu, tenaga, dan sumber daya sesuai kemampuan mereka. Bantuan dari diaspora biasanya berupa advokasi internasional, logistik, atau dana kecil yang mendukung aktivitas sipil dan budaya. 

Struktur organisasi yang horizontal dan administratif yang sederhana merupakan respons terhadap kondisi politik yang menantang dan keterbatasan sumber daya, bukan tanda niat melanggar hukum. 

Model ini, yang mengandalkan solidaritas komunitas dan pengorganisasian informal, bukan hal yang unik di Papua; banyak gerakan minoritas atau masyarakat sipil di berbagai negara dengan kondisi politik dan sosial serupa beroperasi dengan cara yang sama.


Aktivitas Nyata sebagai Ukuran Legitimasi

Dari perspektif hak asasi manusia, organisasi politik atau masyarakat adat yang tidak terdaftar secara formal tetap diakui haknya untuk berserikat, berkumpul, dan memperjuangkan hak-hak komunitas. 

Legalitas formal menjadi salah satu aspek, tetapi aktivitas nyata, tujuan organisasi, dan dampaknya terhadap masyarakat seharusnya menjadi ukuran utama legitimasi. 

Menilai sebuah organisasi sebagai ilegal hanya karena ketiadaan dokumen keuangan publik adalah pendekatan yang sempit, sehingga dapat membungkam pergerakan sipil yang sah. Tuduhan ini lebih merupakan konstruksi naratif politik daripada refleksi hukum yang obyektif.


Kesimpulan 

Sesungguhnya, organisasi pergerakan Papua adalah ekspresi politik, sosial, dan budaya masyarakat Papua yang menuntut pengakuan. Legitimasi mereka seharusnya diukur dari kontribusi nyata dalam memperjuangkan hak rakyat, memperkuat solidaritas komunitas, dan menciptakan ruang sipil yang aman bagi masyarakat adat.

Comments