Merdeka Bukan Kutukan: Papua dan Masa Depan Sejahtera

Merdeka Bukan Kutukan: Papua dan Masa Depan Sejahtera

Mitos merdeka = miskin atau kacau tidak berlaku bagi Papua. Sosialisme Melanesia memberi jalan bagi pengelolaan sumber daya yang arif dan adil.


Merdeka Tidak Sama dengan Miskin

Narasi yang sering muncul menyatakan bahwa Papua merdeka akan jatuh miskin seperti Timor Leste atau tetap terjebak dalam ketidakamanan seperti Papua Nugini (PNG). Narasi ini sekilas terdengar logis, namun sesungguhnya sangat menyesatkan, karena mengabaikan fakta sejarah, ekonomi, dan kapasitas politik rakyat Papua sendiri. 

Sesungguhnya, Papua memiliki cadangan emas dan tembaga terbesar di dunia, hutan tropis yang luas, laut yang kaya ikan, dan cadangan gas yang signifikan. Mengaitkan nasib Papua dengan Timor Leste  dan PNG adalah kesalahan analisis yang serius. 


Pelajaran dari Timor Leste dan PNG

Timor Leste saat ini, meskipun menghadapi tantangan pembangunan, jauh lebih baik dibandingkan masa pendudukan Indonesia 1975–1999, ketika rakyatnya mengalami kekerasan struktural, pembunuhan massal, pengungsian, dan perampasan sumber daya. 

Timor Leste membalik sejarah penindasan dengan membangun sekolah, pusat kesehatan, jaringan irigasi, dan angkatan pertahanan profesional, memberdayakan masyarakat pasca-konflik untuk pembangunan berkelanjutan.

PNG, meski kaya sumber daya alam (SDA), menghadapi konflik internal dan korupsi struktural sejak merdeka dari Australia pada September 1975. Namun, pengalaman PNG bukan nasib yang deterministik bagi Papua.

Papua bisa membangun institusi yang kuat, sistem hukum yang adil, dan mekanisme pengelolaan SDA yang transparan. Kemakmuran dan keamanan tidak ditentukan oleh SDA semata, tetapi oleh siapa yang memegang kendali dan bagaimana institusi dibangun.


Sosialisme Melanesia: Jawaban bagi Papua

Kekayaan alam Papua bisa menjadi fondasi kemakmuran jika dikelola oleh masyarakatnya sendiri. Dengan prinsip Sosialisme Melanesia, tanah, hutan, dan sumber daya lain tidak dimonopoli, melainkan dimanfaatkan untuk kesejahteraan kolektif, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, selaras dengan adat dan kearifan lokal.

Kemerdekaan Papua bukan berarti kerentanan atau kemiskinan. Kendali atas sumber daya, pembangunan yang berbasis komunitas, dan solidaritas sosial memungkinkan rakyat menentukan arah pembangunan mereka sendiri. Dalam kerangka ini, Papua bisa menjadi contoh negara yang adil, sejahtera, dan berkelanjutan, menunjukkan bahwa masa depan ditentukan oleh kemampuan masyarakatnya, bukan oleh ketakutan eksternal.


Papua Merdeka vs NKRI: Emas untuk Siapa?

Salah satu isu paling mendasar adalah pengelolaan tambang emas dan tembaga, khususnya di Grasberg, yang saat ini menghasilkan keuntungan luar biasa tetapi sebagian besar mengalir ke luar Papua atau ke perusahaan besar seperti Freeport-McMoRan.

Selama berada di bawah Indonesia, rakyat Papua hampir tidak mendapatkan manfaat dari sumber daya mereka sendiri. Infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tetap terbatas—misalnya, lebih dari 40% anak Papua putus sekolah—sementara sebagian besar keuntungan SDA hanya dinikmati oleh pihak eksternal, segelintir elit lokal, polisi, dan angkatan bersenjata.

Jika Papua merdeka, keuntungan SDA bisa benar-benar digunakan untuk rakyat Papua. Sosialisme Melanesia menawarkan kerangka untuk memastikannya. Pendapatan dari tambang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, perlindungan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat adat. 

Dengan kontrol penuh atas SDA, Papua merdeka bisa membalik paradigma lama: dari “emas untuk perusahaan dan elit negara” menjadi “emas untuk rakyat dan masa depan Papua”.


Potensi Ekonomi Papua: Kemandirian dan Kesejahteraan yang Terjangkau

Kemandirian ini bukan retorika.

Data ekonomi menunjukkan potensi nyata:

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat pada tahun 2024 mencapai sekitar Rp 131,6 juta per kapita (sekitar USD 8.000), sementara Papua Nugini sekitar USD 2.600 per kapita dan Timor Leste sekitar USD 1.500 per kapita. Angka ini menunjukkan bahwa Papua memiliki basis ekonomi yang jauh lebih kuat jika rakyatnya diberi kendali atas pengelolaan sumber daya alam.

Ini berarti merdeka bukan kemiskinan atau kekacauan, tetapi kesempatan untuk kemandirian, kesejahteraan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Papua.


Baca juga:

Markus Haluk: Esok Orang Papua Harus Pimpin Dirinya Sendiri

https://suarapapua.com/2025/10/25/markus-haluk-esok-orang-papua-harus-pimpin-dirinya-sendiri/


Comments