REVOLUSI KUBA DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA

26 Juli adalah hari peringatan revolusi Kuba, sebuah gerakan kerakyatan yang menggulingkan rezim tirani Fulgencio Batista yang memerintah Kuba, 1952-1959.


Sekilas Revolusi Kuba 

Ketika kita menyebut Revolusi Kuba, gambaran Fidel Castro dan Ernesto (Che) Guevara dalam seragam militer dan baret berbintang mungkin terlintas di benak kita. Berkat foto Alberto Korda, Che khususnya telah menjadi ikon terpopuler kedua di dunia setelah Yesus Kristus, yang melambangkan perjuangan semua kaum tertindas.

Memang ada banyak hal yang patut dikagumi dari Revolusi Kuba, di mana antara tahun 1956-1959, dua puluhan pemuda idealis mampu menggalang rakyat Kuba dari semua lapisan masyarakat, mulai dari petani, pekerja, pelajar, seniman, warga kelas menengah, hingga sejumlah tokoh penting untuk melawan rezim Batista yang kuat didukung Amerika Serikat dengan pasukan 50.000 tentara.  

Dari revolusi Kuba kita dapat belajar bagaimana perubahan besar yang tampaknya mustahil bisa terjadi ketika ide-ide revolusioner dari segelintir orang diadopsi oleh massa.


Pendidikan dan kesehatan sebagai pilar 

Jika perjuangan bersenjata merupakan gambaran umum revolusi Kuba, maka kisah sebenarnya lebih dari sekedar perjuangan yang dipimpin oleh gerilyawan berjanggut. Fidel Castro dan kawan-kawan memiliki pendekatan yang sangat humanis dengan mengutamakan pendidikan dan kesehatan. Hal ini berkembang sejak awal, ketika mereka bergerilya di pegunungan Sierra Maestra. Che Guevara aktif memberikan pengobatan gratis kepada penduduk setempat sementara rekannya Camilo Cienfuegos berkampanye memberantas buta huruf di kalangan petani. Kerasnya kehidupan masyarakat miskin di Sierra Maestra membuat para pemimpin Kuba ini memahami arti sebenarnya dari revolusi, yaitu mengangkat masyarakat dari bawah, dan menciptakan tatanan sosial baru.

Pada masa Revolusi, situasi sosial di Kuba menunjukkan: 23% penduduknya buta huruf, dan hanya 55% anak di bawah 14 tahun yang bersekolah. Namun saat ini, hampir semua anak Kuba bersekolah, setidaknya sampai akhir pendidikan menengah. Tenaga pengajar yang berjumlah 320.000 orang memungkinkan Kuba mencapai tingkat melek huruf hampir 100%. Tidak ada lagi dominasi kulit putih seperti di beberapa negara Amerika Latin lainnya. Sejak jatuhnya rezim Batista, kaum revolusioner Kuba menjadikan kesehatan sebagai prioritas nasional dan membentuk sistem publik yang universal dan gratis. Tidak ada keraguan bahwa revolusi telah meningkatkan taraf hidup banyak orang Kuba. Hal ini memperluas akses terhadap makanan dan perumahan bagi semua orang, dan menghilangkan masalah kemiskinan terburuk di pulau tersebut. 

Masyarakat Kuba mendapat manfaat dari perlindungan kesehatan berdasarkan metode pencegahan dan konsep "dokter keluarga". Pelayanan medis di Kuba sebanding dengan negara-negara paling maju di dunia. Saat ini Kuba memiliki sekitar seratus ribu dokter dan banyak dari mereka telah bertugas di luar negeri terutama selama pandemi Covid 19. Pendidikan di Kuba dikenal progresif. University of Havana diminati oleh mahasiswa internasional.


Revolusi Kuba dan emansipasi kulit hitam

Selama perang dingin antara tahun 1960-1980an, Kuba mengekspor ide-ide revolusionernya ke dunia ketiga dan khususnya ke benua Afrika. Meski digambarkan sebagai negara komunis otoriter, Kuba telah memainkan peran aktif dalam gerakan pembebasan Afrika di Kongo, Angola, Namibia, dan Afrika Selatan. Sekitar 5.000 tentara Kuba mengorbankan hidup mereka demi kemerdekaan Afrika. 

Pada bulan Juli 1991, Nelson Mandela, tokoh terkemuka Kongres Nasional Afrika (ANC), berterima kasih kepada Kuba atas dukungan militernya, yang sangat menentukan dalam memerangi rezim apartheid di Afrika Selatan. Pada rapat umum di depan ribuan orang, Madiba menyebutkan bahwa "sahabatnya Fidel" dan "rakyat Kuba menempati tempat khusus di hati rakyat Afrika".

Aktivis emansipasi kulit hitam sejak masa Malcolm X hingga Black Lives Matter menghormati Fidel Castro dan perjuangannya untuk kebebasan universal. Gerakan Black Lives Matter menegaskan solidaritasnya terhadap rakyat Kuba dan revolusi mereka.


Kuba dan Timor Leste 

Revolusi Kuba juga menginspirasi para pejuang kemerdekaan Timor Leste yang setelah mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugal pada akhir tahun 1975, harus berjuang selama 24 tahun melawan pendudukan militer Indonesia. Kuba merupakan negara kedua setelah Tiongkok yang mengakui kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia pada Mei 2002. 

Para dokter Kuba berkontribusi terhadap layanan kesehatan di daerah pedesaan Timor Leste pada awal kemerdekaan negara tersebut. Saat ini terdapat ratusan pekerja kesehatan asal Timor yang telah menerima pelatihan di sekolah kedokteran Amerika Latin di Havana.

Masyarakat Timor Timur mempunyai rasa sayang yang tulus terhadap Fidel Castro sehingga setelah kematian El Comandante pada tanggal 25 November 2016, misa dan perayaan diadakan di seluruh Timor Leste untuk menghormati jasa-jasanya. 


Api Revolusi di Tanah Papua 

Kini pertanyaannya, sejauh mana resonansi Revolusi Kuba di Tanah Papua? 

Saat ini, ada sekitar 600.000 anak muda putus sekolah. Di daerah terpencil, angka buta huruf mencapai lebih dari 20 persen, angka harapan hidup rendah sementara angka kematian ibu dan bayi tinggi. Selama enam dekade, kehidupan sehari-hari masyarakat adat Papua diwarnai dengan kehadiran tentara Indonesia yang kini jumlahnya ada sekitar 47.000 personil. Menghadapi situasi serba kritis ini, kemerdekaan jelas merupakan satu-satunya jalan keluar bagi masyarakat Papua.

Sementara serangan yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) terhadap tentara Indonesia semakin meningkat, perlawanan sipil juga tidak kalah hebatnya. Generasi muda Papua yang memiliki semangat revolusioner siap melakukan perubahan. Banyak yang mengadopsi simbol-simbol revolusi Kuba seperti baret berbintang dan tangan terangkat. Mereka terkadang berteriak “Viva!” dalam tindakan non-kekerasan mereka. 

Bendera Bintang Kejora yang bentuknya mirip dengan bendera Kuba merdeka, secara tidak langsung mencerminkan semangat revolusi yang membara dalam diri setiap pejuang kemerdekaan Papua. Perjuangan orang Papua bukan hanya sekedar kemerdekaan dari rezim kolonial Indonesia, namun juga membebaskan seluruh masyarakat Papua dari segala bentuk kemiskinan. Senada dengan Che dan Camilo di Sierra Maestra, sejumlah intelektual Papua mengaktifkan program pendidikan alternatif yang mengutamakan kearifan lokal. 

Kesimpulannya, perjuangan masyarakat Kuba dan Papua pada dasarnya sama, karena keduanya memperjuangkan nilai-nilai universal, yakni kebebasan dan martabat. Bersama para pionir revolusioner Kuba, kita dapat bersama bernyanyi: "Kita bergerak menuju cita-cita, yakin bahwa kita akan menang. Demi perdamaian dan kemakmuran, mari bersama berjuang demi kebebasan!" 

Aksi pemuda Papua di Jakarta, 1 Desember 2024. Foto: Ambrosius Mulait 







 

Comments

Popular Posts