Amerika kalah di Vietnam, Indonesia kalah di Papua?

Pada tanggal 30 April 1975, tentara revolusioner Vietnam Utara memasuki Saigon, ibu kota Vietnam Selatan yang disokong AS.

Hari itu, dunia tercengang melihat pemandangan panik evakuasi tentara dan diplomat Amerika terakhir. Banyak yang bertanya bagaimana mungkin negara adikuasa dengan keunggulan militernya dikalahkan oleh tentara biasa dari sebuah negara kecil? Hingga hari ini, Perang Vietnam tidak pernah selesai dibahas.


Mengapa Amerika kalah di Vietnam?

Dari semua materi yang saya pelajari, saya menyimpulkan bahwa ada tiga faktor utama kekalahan AS di Vietnam:

  1. AS gagal memahami tekad kaum revolusioner Vietnam dan kesediaan mereka untuk mengorbankan nyawa demi kemenangan.
  2. Opini internasional mengutuk keras perlakuan buruk tentara Amerika terhadap warga sipil Vietnam yang diungkapkan di berbagai media massa.
  3. Moral tentara AS rendah dan perlengkapan militer canggihnya kurang berguna karena Vietcong yang menguasai medan menggunakan taktik gerilya dan lebih menyukai pertempuran jarak dekat.

Singkatnya, AS kalah karena arogansi yang membutakannya. Menghadapi kenyataan yang sudah terjadi, AS akhirnya mengakui kekalahan dan angkat kaki dari Vietnam.


Papua Barat, "Vietnam"nya Indonesia?

Dalam skala yang berbeda, "perang Vietnam" juga terjadi di Papua Barat, sebuah wilayah di Pasifik yang dianeksasi oleh Indonesia pada tahun 1960-an. Selama lebih dari enam dekade, tentara Indonesia telah berperang melawan Tentara Pembebasan Papua Barat (TPN-PB) tanpa mampu mengalahkannya.

Namun tidak seperti Amerika Serikat yang mengaku kalah dan menarik pasukannya dari Vietnam, Indonesia bersikeras mempertahankan Papua Barat. Perang terus berlanjut meskipun menelan ratusan ribu korban jiwa.


Mengapa Indonesia masih ada di Papua?

Meski perang Indonesia di Papua Barat sekilas didasarkan pada integritas teritorial, pemikir kritis dapat melihat bahwa alasan utama yang sebenarnya adalah ekonomi, mengingat sumber daya alam Papua Barat yang melimpah ruah, kaya akan cadangan mineral, khususnya emas dan tembaga, yang tergolong terbesar di dunia.

Selama konflik enam dekade, kondisi militer Indonesia di Papua Barat saat ini sama buruknya dengan AS di Vietnam pada awal tahun 1970-an. Secara global, moral pasukan Indonesia rendah, banyak dari mereka bersedia menjual senjata mereka hanya demi uang. Beberapa melakukan desersi atau bahkan membelot. Peralatan perang berat yang dibawa dari Jakarta juga terbukti tidak efektif karena gerilyawan Papua Barat berpengalaman di medan pegunungan dan pertempuran jarak dekat. Mereka sekarang mampu menangkis serangan drone dan bahkan menjatuhkan helikopter.


TNI-POLRI vs TPN-PB: pertandingan seri?

Satu-satunya faktor yang membuat Indonesia tetap bertahan adalah kurangnya liputan media atas kejahatan yang dilakukan aparat keamanan Indonesia (TNI-POLRI) terhadap orang Papua. Kisah buruk ini tidak mendapat sorotan sebanyak kejahatan tentara AS di Vietnam. Selain itu, sejumlah perusahaan multinasional yang beroperasi di Papua Barat membantu Indonesia menyembunyikan rasa malunya. Hingga hari ini, akses bagi jurnalis asing nyaris tidak ada disana.

Meskipun Indonesia terus gencar dalam propagandanya, pada titik tertentu, Jakarta menyadari bahwa waktunya hampir habis. Mereka tahu bahwa perangnya di Papua Barat tidak dapat dimenangkan sampai semua orang Papua dibasmi.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana dengan para pejuang kemerdekaan Papua Barat sendiri? Jauh dari kemenangan yang menentukan, mereka masih membutuhkan koordinasi untuk menyatukan berbagai faksi perlawanan. Selain itu, mengingat lebih dari separuh penduduk Papua Barat sekarang adalah orang Indonesia, langkah-langkah perlu diambil untuk menarik simpati mereka terhadap perjuangan bangsa Papua. 

Saat ini, perang di Papua Barat boleh dikatakan masih ada dalam posisi seri. 



Comments

Popular Posts