Refleksi seratus hari pertama pemerintahan Prabowo
Seratus hari pertama kepresidenan Prabowo Subianto, menantu mantan diktator Indonesia Suharto, diwarnai oleh berbagai kekerasan aparat.
Sejak pelantikan Prabowo pada 20 Oktober lalu, Amnesty International telah mencatat sedikitnya 17 kasus pembunuhan di luar hukum oleh personel polisi dan militer Indonesia. Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah memperingatkan adanya 136 kasus penyiksaan dalam segala bentuknya.
Beberapa waktu lalu, secara sangat kebetulan, saya bertemu dengan seorang mantan diplomat Prancis berinisial HF. Ia pernah bertugas di Timor Timur selama transisi negara itu menuju kemerdekaan pada awal tahun 2000-an, setelah 24 tahun pendudukan militer Indonesia (1975-1999). HF bertanya kepada saya, "Bagaimana mungkin di Indonesia, seorang mantan penjahat perang bukannya diadili, tetapi malah dipilih menjadi presiden?"
Ini adalah pertanyaan kritis yang sungguh menarik dan sayangnya tidak dapat dijawab dalam beberapa kalimat saja. Untuk menghemat waktu, saya hanya menanggapinya dengan sebuah pertanyaan baru: "Menurut anda, apa yang akan terjadi pada suatu negara jika dipimpin oleh seorang penjahat perang?" Maka pembicaraan kami pun terhenti dalam keheningan meditatif.
"In dubio, pro malo." Bila ragu, asumsikan yang terburuk, kata filsuf Jerman abad lalu, Hans Jonas. Dalam situasi yang tidak menentu di Indonesia, bersikap pesimis dan waspada tampaknya lebih bijaksana daripada terbuai optimisme palsu tentang masa depan yang cerah, di bawah pemerintahan seorang pemimpin yang dipertanyakan.
Sebagai catatan, Prabowo, jenderal senior di masa Orde Baru Soeharto, diduga melakukan penculikan dan represi terhadap sejumlah aktivis pro-demokrasi Indonesia pada akhir 1990-an. Kekejaman Prabowo sudah dikenal semenjak ia menjabat sebagai perwira muda di awal pendudukan Indonesia di Timor Timur. Ia juga punya catatan buruk saat operasi Mapenduma tahun 1996 di Papua Barat. Wilayah yang diduduki Indonesia sejak 1963 itu masih berjuang untuk kemerdekaannya.
Comments
Post a Comment