Menuju Tata Dunia Baru dari Pasifik: Keseimbangan Geopolitik Pasca Kemerdekaan West Papua

Seri 5 buku sejarah dan pendidikan politik West Papua karya Markus Haluk, sekretaris eksekutif ULMWP.

Menuju Tata Dunia Baru dari Pasifik: Keseimbangan Geopolitik Pasca Kemerdekaan West Papua 

Kemerdekaan Papua Barat tak sekadar pembebasan wilayah Melanesia, melainkan pergeseran paradigma geopolitik di Pasifik. Dari poros Asia‑Oseania hingga jembatan ke Karibia dan Afrika, visi alternatif yang bertumpu pada solidaritas adat, keadilan ekologis dan identitas kulit hitam mengusik dominasi utara dan memunculkan tata dunia baru.


Pendahuluan 

Kemerdekaan West Papua bukan hanya isu politik domestik di kawasan Melanesia; ia adalah peristiwa geopolitik global yang berpotensi mengubah konfigurasi kekuatan di Samudra Pasifik, bahkan melampaui batasnya hingga Karibia dan Afrika. Dalam konteks tatanan dunia pascakolonial, munculnya sebuah negara baru berideologi Melanesian dan berorientasi Selatan-Global akan mengganggu status quo dominasi kekuatan utara—terutama Amerika Serikat, Australia, dan sekutunya—serta membuka kemungkinan poros baru antara Pasifik, Karibia, dan Afrika dalam kerangka solidaritas anti-kolonial dan ekologis.


West Papua dan Dinamika Geopolitik Pasifik

Secara geografis, West Papua terletak di antara dua kawasan strategis: Asia Tenggara dan Oseania. Secara historis, wilayah ini menjadi simpul antara dunia Austronesia dan Melanesia, antara kekuasaan kolonial Belanda dan ekspansi pascakolonial Indonesia. Dalam konteks geopolitik modern, Papua menjadi arena pertemuan berbagai kekuatan: Amerika Serikat dan sekutunya melalui aliansi AUKUS (Australia–UK–US), Tiongkok dengan ekspansi Belt and Road Initiative, serta aktor-aktor Pasifik yang memperjuangkan kedaulatan ekologis dan identitas regionalnya.

Kemerdekaan West Papua akan menciptakan kekuatan baru di garis depan Melanesia. Ia akan memperluas blok politik MSG (Melanesian Spearhead Group) dan memperkuat posisi Pacific Islands Forum dalam menghadapi hegemoni eksternal. Sebagai negara berdaulat, West Papua dapat memainkan peran sebagai jembatan antara dunia Pasifik dan Asia, serta menjadi benteng terhadap eksploitasi sumber daya oleh korporasi transnasional yang selama ini menjarah kekayaan alamnya melalui skema kolonial-ekstraktif.


Poros Pasifik: Solidaritas Melanesian dan Ekologi Global

ULMWP (United Liberation Movement for West Papua), organisasi payung yang mewakili aspirasi kemerdekaan rakyat Papua dari Indonesia, telah mengartikulasikan visi geopolitik yang berbeda dari paradigma realis kekuatan besar. Dalam dokumen-dokumen politiknya, mereka menegaskan bahwa West Papua merdeka harus berdiri di atas prinsip self-determination, ecological justice, dan Melanesian solidarity. Artinya, kemerdekaan bukan sekadar mengganti bendera, tetapi merestorasi tatanan ekologis dan sosial yang hancur akibat kolonialisme ekstraktif.

Poros Pasifik yang dibayangkan oleh ULMWP bukan hanya aliansi politik, melainkan juga peradaban alternatif: dunia yang berakar pada nilai-nilai adat, kerakyatan, dan penghormatan terhadap bumi. Visi ini bersinggungan dengan gerakan Pacific Climate Warriors, perjuangan masyarakat adat di Vanuatu dan Fiji, serta gerakan kemerdekaan Kanaky (Kaledonia Baru) dan Bougainville. Jika West Papua menjadi negara merdeka, ia dapat menjadi pusat moral dan spiritual bagi perlawanan terhadap kolonialisme modern berbasis karbon, membuka arah bagi diplomasi “ekologis” yang menolak paradigma pembangunan eksploitatif. Mantan Presiden Pemerintah Kolektif New Caledonia, Louis Mapou, mengatakan bahwa West Papua memegang peran penting dalam agenda negara-negara Pasifik.


Jembatan ke Karibia: Jejak Solidaritas Kulit Hitam dan Antikolonialisme

Poros kedua adalah Karibia, di mana perjuangan Papua menemukan resonansi historis dengan narasi Négritude dan Pan-Africanism. Bangsa-bangsa seperti Haiti, Jamaika, dan Kuba telah lama menjadi simbol pembebasan kulit hitam dari penjajahan Barat. Dalam konteks Papua, kesadaran “kulit hitam Melanesia” menjadi identitas politik yang menegaskan hubungan kultural dan teologis dengan diaspora Afrika di Karibia.

Keterhubungan ini bukan hanya simbolik. Karibia saat ini menjadi salah satu poros diplomasi Global South melalui organisasi seperti CARICOM dan Alliance of Small Island States (AOSIS), yang fokus pada isu perubahan iklim, reparasi kolonial, dan keadilan global. West Papua merdeka dapat bergabung dengan jaringan ini dan memperkuat diplomasi Selatan–Selatan, terutama dalam memperjuangkan reparasi atas kolonialisme, pelanggaran HAM, dan eksploitasi ekologis yang diwariskan kekuatan Eropa dan Asia.


Poros Afrika: Melanesian Pan-Africanism dan Reposisi Selatan Global

Poros ketiga adalah Afrika, benua yang menjadi simbol perjuangan dekolonisasi abad ke-20. Seperti Afrika, Papua juga mengalami kolonialisme ganda—pertama oleh kekuatan Eropa (Belanda), kemudian oleh kekuasaan pascakolonial (Indonesia). Dalam konteks ini, kemerdekaan West Papua dapat dianggap sebagai kelanjutan dari proses panjang dekolonisasi global yang belum selesai.

Afrika hari ini menjadi mitra strategis bagi banyak negara Pasifik, terutama dalam forum seperti Non-Aligned Movement dan G77 + China. Melalui hubungan diplomatik ini, West Papua dapat memperkuat posisinya sebagai bagian dari solidaritas Selatan Global. Visi ULMWP mengandung potensi “Pan-Melanesianism” yang sejajar dengan “Pan-Africanism”. Ini merupakan gerakan solidaritas antarbangsa bagi masyarakat kulit hitam dan masyarakat adat di seluruh dunia, yang menolak rasisme, imperialisme ekonomi, serta ketergantungan politik. Gerakan ini juga menolak chauvinisme dan menekankan prinsip kesetaraan, kerja sama, serta penghormatan terhadap martabat semua komunitas yang termarjinalkan.


Reposisi Global: Dari Objek Kolonial ke Subjek Politik

Jika West Papua merdeka, maka keseimbangan geopolitik di kawasan Pasifik akan mengalami transformasi mendasar. Aliansi Pasifik tidak lagi akan terdefinisi oleh persaingan AS–Tiongkok, melainkan oleh solidaritas ekologis dan kultural bangsa-bangsa Oseania. Papua dapat menjadi laboratorium politik alternatif—negara yang mendasarkan pembangunan pada adat sovereignty, ekonomi komunitarian, dan demokrasi partisipatif berbasis desa dan suku.

Secara geopolitik, West Papua dapat memainkan tiga fungsi strategis:

1. Sebagai buffer state ekologis antara Asia Tenggara yang padat industri dan Pasifik yang rentan ekologis.

2. Sebagai mediator Selatan–Selatan, menghubungkan perjuangan Melanesia dengan Afrika dan Karibia.

3. Sebagai pusat spiritual perlawanan antikolonial, melanjutkan tradisi teologi kulit hitam dan solidaritas lintas benua.


Tantangan dan Prospek

Namun, kemerdekaan West Papua juga membawa risiko dan tantangan. Kekuatan besar seperti Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat akan berusaha mempertahankan pengaruh mereka, baik melalui ekonomi maupun militer. Papua merdeka juga harus menghadapi risiko penetrasi investasi Tiongkok dan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri. Dalam situasi ini, diplomasi Papua harus cerdas: membangun hubungan multi-poros tanpa kehilangan kedaulatan ideologis dan ekologisnya.

Kunci keberhasilan visi geopolitik Papua adalah membangun solidaritas horizontal antarbangsa tertindas, bukan bergantung pada patronase vertikal kekuatan besar. Visi ULMWP yang menekankan “Green State” dan “Melanesian Way of Life” memberikan arah moral yang jelas: politik yang berakar pada spiritualitas bumi dan martabat manusia.


Penutup: Dari Melanesia untuk Dunia

Kemerdekaan West Papua bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi awal dari sebuah revolusi geopolitik yang mendalam. Ia menandai kebangkitan dunia Pasifik sebagai subjek sejarah, bukan objek imperialisme. Di tengah krisis iklim dan kelelahan global terhadap kapitalisme, Papua merdeka menawarkan horizon baru: dunia yang diatur oleh keseimbangan, bukan dominasi; oleh relasi, bukan kompetisi; oleh tanah dan laut yang dipelihara, bukan dieksploitasi.

“Kemerdekaan Papua bukan hanya tentang batas wilayah, tapi tentang penyembuhan bumi dan manusia.”

Dari Samudra Pasifik hingga Teluk Guinea, dari Port Moresby hingga Havana, gema kebangkitan ini menyatukan bangsa-bangsa kulit hitam dan masyarakat adat dalam satu visi: dunia yang benar-benar bebas, adil, dan hidup selaras dengan alam. Seperti ditegaskan Markus Haluk, tokoh pejuang Papua dan sekretaris eksekutif ULMWP : 

“Perjuangan bangsa Papua tidak rasis.”

Visi ini menekankan solidaritas lintas bangsa dan kontinental, menolak rasisme, chauvinisme, imperialisme ekonomi, serta ketergantungan politik, dan menegaskan hak setiap komunitas untuk hidup dalam martabat, kebebasan, dan keharmonisan dengan lingkungan mereka.


Untuk memesan seri 5 buku sejarah dan pendidikan politik West Papua, silahkan hubungi:

Markus Haluk 

Phone: +62 852 4444 250

Email: hmarkushaluk@yahoo.com

Comments