Suara Papua: Kesaksian dan Pengorbanan Gereja Lokal

Peter To Rot (1912-1945), santo pertama dari Papua New Guinea.

Suara Papua: Kesaksian dan Pengorbanan Gereja Lokal


Misi dan Martir di Papua Pasifik

Pengangkatan Peter To Rot sebagai santo pertama dari Papua New Guinea menandai sebuah tonggak penting bagi Gereja di kawasan Pasifik. Ia lahir dalam komunitas Tolai dan menjadi katekis yang setia, menolak poligami selama pendudukan Jepang, dan akhirnya dieksekusi karena keyakinannya. Kehidupannya menggambarkan keteguhan iman yang lahir dari akar budaya lokal, sekaligus menegaskan peran umat awam sebagai saksi Kristus yang gigih. Sejarah misi Katolik di wilayah ini, yang dimulai pada pertengahan abad ke‑19 dan terus menghadapi penyakit, konflik, dan perang, menegaskan bahwa Gereja hadir bukan sebagai kekuatan asing semata, tetapi sebagai penumbuh komunitas lokal yang mampu menanggung kesetiaan hingga pengorbanan.


Rufinus Tigau: Kesetiaan di Tanah Papua

Di Papua bagian Indonesia, kisah pengorbanan serupa muncul dalam kehidupan Rufinus Tigau. Ia adalah katekis muda di stasi Jalae, Paroki Santo Mikael Bilogai, yang meninggal dalam operasi keamanan di Intan Jaya pada Oktober 2020. Rufinus tidak dikenal sebagai pejuang bersenjata, melainkan pelayan setia yang membimbing umat dalam bahasa dan adat lokal, di tengah situasi yang sangat rawan. Kehadirannya mengingatkan kita bahwa martir tidak selalu berasal dari kelompok misionaris asing; mereka juga lahir dari komunitas itu sendiri, yang setia melayani dalam kondisi marginalisasi dan ancaman kekerasan struktural.


Gereja Papua: Profetisme dan Inkulturasi

Kasus Rufinus mengundang refleksi bagi Gereja Papua. Gereja dipanggil untuk mendengarkan suara umat, mendukung pelayan lokal, dan mempertimbangkan pengakuan bagi mereka yang gugur dalam kesetiaan kepada komunitasnya. Sejarah misi di PNG menegaskan pentingnya pengenalan bahasa dan budaya lokal, serta keterlibatan umat dalam pelayanan. Dalam konteks Papua Indonesia, Gereja harus memperkuat katekis dan umat lokal agar pelayanan menjadi inkulturatif, berakar pada adat, dan mampu menghadapi tantangan zaman.


Martyria, Komuni, dan Diakonia

Kesaksian iman melampaui pengorbanan individu; ia membuka ruang bagi Gereja untuk menjadi agen keadilan dan perdamaian. Gereja Papua dihadapkan pada panggilan untuk meneguhkan katekis dan umat lokal, mendampingi mereka yang menderita, dan memastikan martir tidak hanya dikenang sebagai korban, tetapi juga sebagai saksi hidup bagi Injil. Komuni, martyria, dan diakonia menyatu dalam kehidupan sehari-hari, meneguhkan Gereja yang berpihak pada umat, adat, dan keadilan. Pengalaman Peter To Rot dan Rufinus Tigau menjadi inspirasi agar pelayanan Gereja benar-benar inkulturatif, profetis, dan adil.

Imajinasi iman yang sederhana dan keberanian yang tulus dari sosok-sosok ini menjadi api yang menyalakan terang Kristus hingga ke ujung bumi dan ke akar rumput budaya. Semoga kehadiran mereka terus hidup dalam doa, tindakan, dan refleksi Gereja Papua hari ini.

Comments